Kebakaran hutan dan lahan, juga dikenal sebagai karhutla, adalah masalah besar yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Penanganan karhutla memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan karena fenomena ini tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga berdampak negatif pada kesehatan masyarakat, iklim, dan ekonomi.
Seiring memasuki musim kemarau, sebagian kebakaran besar terjadi di lahan gambut. Menurut Ahmad Toyib, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Penanggulangan Kebakaran (BPB-PK) Kalteng bahwa luas lahan yang terbakar mencapai 297,39 hektar. Karhutla di Kalimantan Tengah telah terjadi sebanyak 121 kali, dari Januari – 25 Juli 2024. (Sumber: BPB-PK Kalteng)
Tim patroli yang terdiri dari Tim Patroli Karhutla (TPK), Tim Patroli Hutan (TPH) pada Program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG) di 4 desa yakni Gohong, Mantaren I, Kalawa, dan Buntoi telah mempersiapkan diri dengan serius untuk menghadapi tantangan besar ini. Salah satunya gabungan dari TPH dan TPK menjadi Tim Darurat Karhutla (TDK) saat status darurat karhutla diputuskan.
Kebakaran hutan dan lahan sering terjadi selama musim kemarau setiap tahun, meskipun dalam skala yang lebih kecil, menunjukkan betapa pentingnya penanganan yang lebih efisien dan berkelanjutan untuk mencegah kebakaran yang lebih besar.
KPSHK melakukan berbagai Upaya penanganan Karhutla, salah satunya pemantauan kondisi hutan dan lahan secara real-time. Dengan melakukan patroli rutin untuk mengidentifikasi titik api sejak dini. Sistem deteksi dini menggunakan drone juga dibantu oleh manajemen KPSHK memungkinkan tim untuk segera mengambil tindakan sebelum api menyebar luas.
Menurut laporan harian PUSDALOPS PB Kabupaten Pulang Pisau (22/7) bahwa sudah terjadi 2 kejadian Karhutla di Pulpis dekat lokasi program empat hutan desa.
“Kejadian Karhutla kemarin dekat Lokasi program kita yaitu di Kecamatan Maliku dan Kecamatan Sebangau menjadi dasar penting bagi tim patroli dan komite Tim Darurat Karhutla (TDK) mulai bergerak dan bersiaga” Jelas Aftrinal Sya’af Lubis sebagai Project Manager Program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut KPSHK.
“Kolaborasi antar lembaga juga menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi karhutla” Ujar Aftrinal
Menurutnya, Tim patroli tidak bekerja sendiri, tetapi berkolaborasi dengan Masyarakat Peduli Api, BPBD, KPH, Pemdes, kelurahan, Manggala Agni, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Polisi, dan TNI. Koordinasi yang baik antara semua pihak ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penanganan karhutla.
“Saat ini, Tim patroli sudah mulai melakukan upaya pembasahan di Lokasi bekas terbakar dan rawan terjadi kebakaran” Ungkap Aftrinal
Menurut Afrinal, tim patroli bekerja sama dengan Masyarakat Peduli Api Kanamit Barat juga telah menyelesaikan kebakaran di perbatasan Desa Kanamit Barat dan Desa Buntoi dengan berhasil. Api telah dipadamkan dan dilakukan pembasahan lahan yang terbakar.
Selain itu, KPSHK telah membangun sumur bor dan sekat kanal untuk membasahi gambut karena lahan gambut mudah terbakar di musim kemarau.
“Infrastruktur yang sudah dibangun yaitu sumur bor dan sekat kanal itu untuk pembasahan, dan Menara Pantau Api untuk menjaga dan siaga memantau titik api di Hutan Desa” Tutur Aftrinal
Penanganan karhutla lahan gambut harus dilakukan secara terpadu dan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan bisnis swasta. Selama ini, tindakan yang diambil telah menunjukkan hasil, namun masih ada masalah. Untuk menangani karhutla secara efektif, sosialisasi, pengawasan, dan penegakan hukum yang lebih ketat serta rehabilitasi lahan gambut harus terus ditingkatkan.
Penulis: Alma
Editor: Joko dan Aris
Add a Comment