Perhutanan sosial telah menjadi pendekatan strategis dalam pengelolaan hutan di Indonesia yang menekankan partisipasi aktif masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Sebagai bagian dari skema Perhutanan Sosial, Hutan Desa menempatkan desa sebagai aktor utama dalam pengelolaan hutan.
Mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, adanya skema Hutan Desa ini memberikan hak kelola kepada masyarakat desa (atau yang disebut dengan HPHD – Hak Pengelolaan Hutan Desa) untuk memanfaatkan hutan secara legal dan berkelanjutan. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi dianggap sebagai perambah ilegal, melainkan sebagai mitra pemerintah dalam menjaga dan memanfaatkan hutan. Skema ini tidak hanya menjanjikan kelestarian ekosistem hutan, tetapi juga menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan.
Agar dapat memperoleh Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD), diperlukan kerja sama yang solid antara seluruh pemangku kepentingan di tingkat desa. Seperti yang tertera pada Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.11/PSKL/SET/PSL.0/11/2016, HPHD diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan pengajuan dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di wilayah bersangkutan. Dalam prosesnya, LPHD dapat didampingi oleh Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS). Pengajuan permohonan bisa dilakukan secara manual maupun daring, ditujukan kepada Menteri, serta disampaikan tembusannya kepada Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Balai PSKL, dan KKPH setempat. Dokumen yang harus dilampirkan mencakup: Peraturan Desa tentang pembentukan LPHD, Surat Keputusan Kepala Desa mengenai struktur kepengurusan LPHD, deskripsi wilayah yang meliputi kondisi fisik, sosial ekonomi, serta potensi kawasan, dan peta lokasi usulan minimal berskala 1:50.000.
Pada wilayah proyek Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG – KPSHK) di Kecamatan Kahayan Hilir, Kalimantan Tengah, Hutan Desa memainkan peran strategis dalam mendorong pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Dari segi ekonomi, keberadaan Hutan Desa mendorong kemandirian masyarakat melalui pengembangan mata pencaharian alternatif, seperti pengolahan hasil perikanan, produksi madu kelulut dan madu hutan, serta kerajinan berbasis rotan. Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya meningkatkan pendapatan warga, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi lokal. Lebih dari itu, kegiatan pemanfaatan hasil hutan non-kayu ini menjadi sarana penyadartahuan bagi masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan secara lestari serta memahami bahwa keberlanjutan manfaat ekonomi sangat bergantung pada keberlanjutan ekosistem hutan itu sendiri.
Dalam aspek perlindungan lingkungan, masyarakat terlibat aktif dalam upaya pengendalian kebakaran hutan melalui patroli rutin yang dilakukan selama delapan hari setiap bulannya. Langkah preventif ini menjadi bagian penting dalam menjaga kawasan hutan dari potensi kebakaran, khususnya di lahan gambut yang rawan terbakar. Kegiatan patroli ini juga didukung oleh berbagai pelatihan peningkatan kapasitas bagi tim patroli, seperti pengisian tallysheet untuk pencatatan data, penggunaan GPS, serta kegiatan lain yang mendukung efektivitas pengawasan, termasuk survei sekat kanal, pembangunan dan pemanfaatan menara pantau, dan monitoring kondisi hutan secara berkala.
Selain itu, penguatan kelembagaan lokal menjadi fokus utama, di mana Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dipersiapkan untuk menjadi institusi yang mandiri dan berkelanjutan serta mampu menjalankan fungsi organisasi dan pengelolaan hutan secara profesional, transparan, dan partisipatif tanpa bergantung pada dukungan eksternal. Tidak kalah penting, kesadaran dan edukasi lingkungan terus dibangun melalui pelatihan, penyuluhan, serta kolaborasi multipihak. Upaya ini bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dan memperkuat rasa memiliki terhadap sumber daya alam yang dikelola bersama.
Sumber:
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.11/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 tentang Pedoman Verifikasi Permohonan Hak Pengelola Hutan Desa (HPHD)
Penulis: Humaira
Social forestry has become a strategic approach to forest management in Indonesia, emphasizing the active participation of communities, particularly those living near forest areas. As part of the Social Forestry scheme, Village Forests (Hutan Desa) positions villages as the primary actors in forest management.
According to the Minister of Environment and Forestry Regulation (Permen LHK) Number P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 concerning Social Forestry, the Village Forest scheme grants village communities management rights (known as HPHD – Village Forest Management Rights) to legally and sustainably utilize forests. This means that communities are no longer considered illegal encroachers but rather partners with the government in protecting and utilizing forests. This scheme not only promises the preservation of forest ecosystems but also offers an opportunity to sustainably improve the welfare of village communities.
Restoration efforts through the planting of Jelutung tree seedlings by the Mantaren I community. Photo Source: KPSHK.
Obtaining Village Forest Management Rights (HPHD) requires solid collaboration between all stakeholders at the village level. As stipulated in Regulation of the Director General of Social Forestry and Environmental Partnerships Number P.11/PSKL/SET/PSL.0/11/2016, HPHDs are granted by the Minister of Environment and Forestry based on applications from Village Forest Management Institutions (LPHDs) in the relevant area. The LPHD may be assisted in the process by the Social Forestry Acceleration Working Group (Pokja PPS). Applications can be submitted either manually or online, addressed to the Minister, with copies sent to the Governor, Regent/Mayor, Head of the PSKL Office, and the local KKPH. Documents that must be attached include: Village Regulations on the establishment of LPHDs, a Village Head Decree concerning the LPHD management structure, a description of the area, including physical, socio-economic, and potential conditions, and a map of the proposed location at a minimum scale of 1:50,000.
In the Kahayan Hilir Initiative – KPSHK project area in Kahayan Hilir District, Central Kalimantan, Village Forests play a strategic role in promoting community empowerment and environmental conservation. From an economic perspective, the existence of Village Forests encourages community independence through the development of alternative livelihoods, such as fisheries processing, the production of stingless bee and forest honey, and rattan-based crafts. These activities not only increase community income but also strengthen local economic resilience. Furthermore, the utilization of non-timber forest products serves as a means of raising community awareness of the importance of sustainable forest management and an understanding that the sustainability of economic benefits is highly dependent on the sustainability of the forest ecosystem itself.
In terms of environmental protection, the community is actively involved in forest fire control efforts through routine patrols conducted eight days a month. This preventive measure is an important part of protecting forest areas from potential fires, especially in peatlands that are prone to fire. These patrol activities are also supported by various capacity building training for the patrol team, such as filling out tally sheets for data recording, using GPS, and other activities that support the effectiveness of supervision, including canal blocking surveys, building and utilizing watchtowers, and monitoring forest conditions regularly.
Furthermore, strengthening local institutions is a primary focus, with the Village Forest Management Institution (LPHD) being prepared to become an independent and sustainable institution capable of carrying out its organizational and forest management functions professionally, transparently, and participatoryly without relying on external support. Equally important, environmental awareness and education continue to be built through training, outreach, and multi-stakeholder collaboration. This effort aims to increase community capacity in maintaining forest sustainability and strengthening a sense of ownership of natural resources that are managed together.
Source:
Regulation of the Minister of Environment and Forestry (Permen LHK) Number P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 concerning Social Forestry
Regulation of the Director General of Social Forestry and Environmental Partnerships Number P.11/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 concerning Guidelines for Verification of Village Forest Management Rights (HPHD) Applications.
Author: Humaira
Add a Comment