DSC02702

Perjuangan Perempuan Demi Keberlanjutan Anyaman Rotan Gohong

(KPSHK-Kahayan Hilir) Mempertahankan seni dan budaya yang sudah turun temurun cukup sulit dilakukan karena butuh kesadaran dan kemauan dalam melestarikan, menjaga, dan melindungi budaya yang berharga.

Mempertahankan seni dan budaya yang sudah turun temurun cukup sulit dilakukan karena butuh kesadaran dan kemauan dalam melestarikan, budaya yang berharga dan sudah diturunkan nenek moyang.

Marlinie (55) adalah ketua KUPS (Kelompok  Usaha Perhutanan Sosial) Anyaman Rotan Desa Gohong  sudah sejak lama menggeluti anyaman rotan. KUPS ini berdiri tahun 2015 dan sampai sekarang kelompok masih aktif berkarya.

Marlinie mengatakan “Budaya lokal Suku Dayak adalah menganyam rotan. Menganyam rotan sudah dilakukan oleh perempuan-perempuan dan diwariskan secara turun temurun” jelas Marlinie.

Menurutnya, saat ia masih kecil para ibu mengajak anak perempuannya untuk menganyam tikar rotan putih polos. Menganyam rotan menjadi penghasilan tambahan bagi para perempuan Desa Gohong. Setiap minggu tikar anyaman rotan harus selesai karena akan dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk membeli beras, ikan, dan lainnya.

Marlinie menyampaikan bahwa harga tikar pada saat itu cukup dan disesuaikan dengan harga kebutuhan. Pada zaman itu, kami pergi menggunakan klotok setiap hari kamis ke pulang pisau. Kami menjual anyaman rotan tikar di pasar Pulang Pisau. Kami menjual anyaman rotan dengan kualitas yang bagus dari rotan yang kasar atau halus, kecil atau sedang, anyaman rapi itu menentukan harga juga. Kalau punya kami memiliki kualitas bagus sehingga harganya melebihi yang lain. Jadi sampai sekarang harus melakukan menganyam rotan dengan kualitas bagus karena itu menentukan harga jual juga. Itulah yang diajarkan oleh orang tua kami yang diterapkan sampai saat ini. Kualitas anyaman rotan yang bagus akan mudah dijual dan pembeli pun puas.

Seiring dengan perkembangan waktu, perempuan Desa Gohong mengembangkan anyaman rotan menjadi berbagai jenis pilihan seperti tas, topi, gelang, kopeah, anting, dan banyak lagi sampai berlanjut mengembangkan lebih luas dengan mengkombinasi kulit dan rotan supaya lebih menarik dan memiliki daya jual yang lebih tinggi.

Saat ini peminat atau pembeli anyaman rotan semakin bertambah. “Hal yang menarik dari anyaman rotan Desa Gohong yaitu memiliki berbagai jenis bentuk atau pilihan anyaman rotan dan kualitas yang bagus sehingga konsumen lebih menyukai dan memesan ke Desa Gohong”, ucap Marlinie penuh keyakinan.

Sejak kelas 5 SD, Marlinie sudah menganyam rotan dan saat ini sudah 44 tahun berkarya. Pada awalnya Marlinie hanya mengetahui dan bisa menganyam saja, namun saat SMP mulai terbiasa dan belajar bagaimana cara atau proses pengambilan, pembelahan, penghalusan sampai penganyaman. Sampai saat ini, Marlinie tetap berkarya menganyam rotan untuk memenuhi kebutuhan sekaligus menambah perjalanan hidup karena dengan menganyam Marlinie memiliki pengalaman bepergian jauh seperti ikut pameran, menjadi narasumber dan instruktur pelatihan ke daerah lain diluar Kalimantan seperti Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Selama 44 tahun berkarya, Marlinie menghadapi banyak kendala yang tidak mudah. Kendala saat ini adalah kurang maksimal dalam desain kombinasi kulit dan rotan yang menggunakan mesin jahit dan kurangnya minat generasi muda melanjutkan menganyam rotan. Marlinie mengungkapkan bahwa anyaman rotan sudah menjadi budaya orang Dayak secara turun temurun, sehingga jika bukan kita yang melanjutkan, maka siapa lagi yang bisa.

Mirisnya, banyak sekali generasi muda di Gohong yang lebih memilih membeli gelang anyaman rotan dibanding mempelajari menganyam rotan. Menurut Marlinie, seharusnya generasi muda mau belajar menganyam bukan sekedar membeli saja. Berbanding terbalik dengan orang luar desa bahkan kabupaten yang datang dari jauh ke rumah untuk belajar menganyam.

“Melihat anak muda disini yang tidak minat belajar menganyam sangat menjadi perhatian karena siapa yang lagi yang akan mewariskan budaya kita selain generasi muda. Untuk itu,perlu  perhatian dari pemerintah daerah setempat agar ditindak lanjuti” ucap Marlinie. 

Dulu sempat ada minat dari para pemuda pemudi belajar menganyam rotan. Namun karena keterbatasan dana sehingga tidak berlanjut.

“Kalau bisa menganyam rotan ini bisa dijadikan muatan lokal di sekolah agar tidak hilang budaya anyaman rotan khas Dayak sehingga dapat melestarikan budaya melalui pembelajaran anyaman rotan di sekolah agar lebih menarik minat siswa terhadap menganyam rotan”, ungkap Marlinie penuh harapan.

Marlinie menyampaikan bahwa keinginan KUPS Rotan Gohong itu adanya pelatihan untuk mengembangkan motif dan penggunaan mesin jahit bagi pengrajin dan pelatihan menganyam rotan secara berlanjut untuk generasi muda.

Menjaga dan melestarikan budaya lokal yang ada dalam masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun cara itu akan berhasil jika ada keinginan atau kemauan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya, untuk itu mewariskan budaya merupakan tanggung jawab bersama.

Penulis     : Alma/KpSHK

Editor       : Tiara/KpSHK

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *